Senin, 07 Mei 2012

Teknik Tepat Budi Daya Jeruk



Jeruk sudah tumbuh di Indonesia sejak ratusan tahun lalu, baik secara alami maupun dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia merupakan peninggalan 
Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Italia. Jeruk
memiliki banyak spesies dari 6 genus, di antaranya Microciturs, Citrus,
Fortunella, Cymedia, Poncirus, dan Eremocirus.


A. Manfaat Buah

Jeruk banyak dimanfaatkan sebagai buah segar atau makanan olahan, karena cita
rasa dan kandungan vitamin C yang tinggi. Bahkan, beberapa negara telah
memproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk serta gula tetes, alkohol, dan
pektin dari buah jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk digunakan sebagai
bahan minyak wangi, sabun mandi, esens minuman, dan campuran kue. Beberapa
jenis jeruk seperti jeruk nipis dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk
menurunkan panas, meredakan nyeri saluran napas bagian atas, dan menyembuhkan
radang mata.


B. Varietas Unggul
Pada dasarnya, ada tiga jenis jeruk komersial dan diunggulkan, yakni jeruk
siem, jeruk keprok, dan jeruk besar (Citrus maxim Merr). Hingga kini, sudah
dilepas lebih dari 41 varietas jeruk di
Indonesia, di antaranya pangkajene merah, pangkajene putih, keprok selayar,
tejakula, keprok siompu, manis kisar, keprok soe, siem banjar, keprok garut-1,
cikoneng ST, siem madu, pamelo ratu, pamelo raja, manis taji-01, crifta-01,
bali merah, keprok sipirok, pamelo nambangan, pamelo sri nyonya, pamelo
magetan, keprok maga, troyer-415, carrizo-442, kunci-10, keprok pulau tengah,
keprok madura, pacitan, keprok wangkang, keprok tawangmangu, siampontianak,
astano, lidung, taliwangputih, taliwangmerah, laukawar, kotaraja, girimatang,
keprok gayo, siam kintamani, keprok batu-55, keprok pulung, dan keprok gunung
omeh.


C. Syarat Tumbuh
Syarat tumbuh jeruk yang harus diperhatikan di antaranya suhu optimum 25 -30° C
serta curah hujan 1.900-2.400 mm/tahun dengan rata-rata 2-4 bulan basah dan 3-5
bulan kering. Tanah yang cocok bertekstur gembur, berpasir, hingga lempung
berliat dengan kedalaman efektif lebih dari 60 cm. Tingkat keasaman tanah (pH)
yang optimum sekitar 5--7.
jeruk manis cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 7001--300 m dpl serta
iklim relatif kering dan berada di tempat terbuka. Jeruk besar sebaiknya
dibudidayakan di dataran rendah dengan ketinggian 70--600 m dpl, sedangkan
jeruk keprok pada ketinggian 100—1.300 m dpl.
Kondisi lahan yang akan ditanami harus bebas dari tanaman jeruk yang sakit,
minimal dua tahun sebelum tanam. Lokasi harus bersih dari tanaman pembawa
vektor CVPD, yakni Diaphorina Citri dan dari tanaman lain yang disukai hama
tersebut, seperti kemuning dan tapak dara. Lokasi kebun harus berjarak minimum
3 km dari tanaman atau kebun jeruk yang sudah terserang CVPD.


D. Teknik Budi Daya


a. Pemilihan Benih dan Varietas
Bibit yang dipilih sebaiknya disesuaikan dengan target pasar dan kondisi
agroklimat tempat penanaman. Gunakan bibit yang sehat dan pertumbuhannya
seragam. Tinggi bibit yang digunakan 80-100 cm dengan diameter batang 1-1.5 cm.
Warna batang hijau tua kecokelatan, bentuk batang lurus, dan tidak bercabang.
Warna daun hijau mengilap dan telah membentuk 3 flush (trubus).
Bibit sebaiknya telah berumur 6 bulan atau lebih. Pastikan bibit bebas dari
serangan hama dan penyakit, khususnya tujuh penyakit sistemik di antaranya
CVPD, tristeza, psorosis, exocortis, vein Enation, tatter leaf, dan
xyloporosis. Batang bawah yang dianjurkan antara lain YC dan RL atau troyer,
carrizo, volkameriana, dan citrumello yang tahan tristeza (CTV).


b. Persiapan Lahan
Pekerjaan ini diawali dengan membersihkan batu-batu besar, alang-alang, tunggul
batang tanaman dan sebagainya dari lahan, karena akan mengganggu sistem
perakaran tanaman dan menghambat aliran unsur hara. Selanjutnya, bagi lahan
menjadi beberapa blok yang dipisahkan oleh jalan kebun. Jalan ini diperlukan
untuk pemeliharaan, pengangkutan hasil panen, dan pengawasan kebun. Jika luas
kebun puluhan hektare, satu blok sebaiknya seluas satu hektare dan jumlah
tanaman sebanyak 500 pohon.
Lahan yang bertopografi miring sebaiknya dibuatkan terasering terlebih dahulu,
lalu disusul pembuatan lubang tanam. Jika jeruk hendak ditanam di tanah berair
atau tanah sawah, tinggikan tanah tempat lubang tanam terlebih dahulu agar
sistem perakarannya tidak terendam air dan lengkapi dengan saluran drainase.
Namun, jika jeruk akan ditanam di lahan kering, lahan harus dilengkapi dengan
sarana irigasi. Jika lapisan tanah agak tipis, hancurkan lapisan cadas yang
terdapat di bawah lapisan tanah hingga gembur.


c. Pembuatan Lubang Tanam dan Penanaman
Jika jeruk ditanam di tanah cadas, buat lubang tanam berukuran 1 x 1 x 1 meter.
Sementara bila ditanam di tanah gembur ukuran lubang tanam cukup 70 x 70 x 70
cm. Saat membuat lubang tanam, pisahkan tanah bagian atas di kiri lubang dan
tanah bagian bawah di kanan lubang. Biarkan lubang tanam terbuka selama dua
minggu agar bibit hama, penyakit, dan gulma mati terkena sinar matahari
langsung.
Setelah 2 bulan, masukkan tanah galian bagian bawah ke dalam lubang tanam
hingga seperempat volume lubang. Campur sisa tanah galian dengan pupuk kandang
sebanyak 8 liter bila bibit ditanam di tanah cadas atau 4 liter bila bibit
ditanam di tanah subur. Masukkan campuran pupuk kandang dan tanah galian ke
dalam lubang hingga menggunduk.


d. Perawatan Tanaman
1. Pemupukan
Aplikasi pemupukan untuk kebun buah-buahan dilakukan tiga kali dalam setahun,
yakni segera setelah panen dan pemangkasan dengan komposisi nitrogen (N)
tinggi, menjelang tanaman berbunga dengan komposisi fosfor (P) tinggi, dan
untuk mendukung pembesaran buah dengan komposisi kalium (K) tinggi.
Pemberian pupuk dapat dilakukan pada umur 6, 9, 12 bulan setelah tanam, dengan
campuran pupuk berupa urea 250 g, TSP 250 g, dan KCI 300 g per pohon.
2. Pengairan
Jeruk keprok membutuhkan air yang cukup banyak untuk pertumbuhannya, meskipun
memerlukan bulan kering selama 3-4 bulan. Kekurangan air pada masa vegetatif
akan menghambat pertumbuhan tunas dan akar. Sementara itu, kekurangan air pada
masa generatif menyebabkan bunga dan buah rontok. Akibatnya, volume dan mutu
produksi menurun.
Pengairan terutama diperlukan pada musim kemarau dan menjelang fase pembungaan
dan pembentukan buah. Saat musim kemarau, kebutuhan volume air untuk pengairan
sekitar 70-80 liter pohon/minggu. Pada fase produktif jumlahnya dikurangi
menjad 40-60 liter/pohon/minggu dan dihentikan untuk merangsang pembentukan
bunga.
Sistem pengairan tanaman jeruk dapat berupa pengairan permukaan, yakni
penyiraman dilakukan di cekungan yang dibuat mengikuti bentuk tajuk pohon
terluar atau air dialirkan melalui parit-parit di setiap sisi alur tanaman
sesuai kebutuhan. Selain itu, ada sistem pengairan curah (sprinkle) dan
pengairan tetes.
3. Pengendalian Gulma
Buang kotoran, dedaunan, dan ranting bekas pangkasan yang dapat mengundang
kehadiran hama dan penyakit. Pangkas daun dan ranting yang sakit atau yang
menunjukkan tanda-tanda terserang hama dan penyakit. Bakar buah-buahan yang
busuk dan rontok termasuk pangkasan daun. Bersihkan rumput liar yang tumbuh
dengan kored, cangkul, atau manual (tangan) untuk menghindari persaingan dalam
penyerapan unsur hara. Selain itu, penggunaan herbisida dapat diaplikasikan,
terutama untuk membersihkan gulma dalam jumlah banyak dan luas. Bersamaan
dengan penyiangan, sebaiknya tanah di sekitar tajuk tanaman digemburkan.
Upayakan jangan sampai merusak perakaran tanaman.
4. Pemangkasan
Pemangkasan bertujuan untuk membentuk tanaman sehingga tidak terlalu tinggi dan
mudah dikelola, percabangan teratur dan kokoh, penerimaan cahaya matahari
merata, memperbaiki kualitas buah (ukuran, warna, dan menurunkan rasa asam),
memperbanyak tunas baru, dan mengurangi kerimbunan tanaman. Pemangkasan
dilakukan sejak tanaman masih muda (70-80 cm) untuk membentuk pohon dan
percabangannya. Dari batang utama, pelihara 3-4 cabang yang letaknya membentuk
sudut yang seimbang antarcabang pada ketinggian yang berbeda.
Pangkas cabang yang tidak dikehendaki hingga pangkal cabang. Dari batang utama
tersebut masing-masing dipelihara 3-4 cabang. Demikian seterusnya hingga
terbentuk percabangan yang kompak dan kanopi pohon membentuk setengah kubah
dengan penyebaran daun merata. Pemeliharaan selanjutnya bertujuan untuk menjaga
bentuk pohon, membuang cabang atau ranting yang rusak, mati, dan berpenyakit,
serta untuk mengatur pembungaan. Lakukan pemangkasan pemeliharaan berikutnya
pada tanaman usia produktif. Cabang-cabang atau tunas liar yang tumbuh tidak
pada tempatnya, misalnya di bawah percabangan pertama harus dibuang.
5. Penjarangan Buah
Penjarangan bertujuan agar buah tidak berdesakan dalam dompolan dan dapat
mencapai ukuran maksimal. Penjarangan buah dilakukan sejak buah masih sebesar
kelereng. Caranya, pilih dan singkirkan buah yang kurus, bentuknya tidak
sempurna, serta terserang hama dan penyakit. Atur posisi buah agar tidak saling
bergesekan atau terjepit ranting pohon yang dapat mengakibatkan kulit buah
cacat.


* Artikel ini dikutip dari buku “Buku Pintar Budi Daya Tanaman Buah Unggul
Indonesia”. AgroMedia Pustaka.

Tanaman Aromatik Pengendali Hama Lalat Buah

Oleh : Agus Kardinan   

Lalat buah merupakan hama yang sangat merugikan di bidang hortikultura, karena sering 
membuat produk hortikultura seperti mangga, cabai, jambu biji, belimbing, nangka, jeruk 
dan buah-buahan lainnya menjadi busuk dan berbelatung. Hama ini juga dapat menjadi 
penghambat perdagangan (Trade barrier) antar Negara, karena apabila pada komoditas 
ekspor suatu produk terdapat telur lalat buah, maka produk tersebut akan ditolak. Hal ini 
pernah terjadi terhadap Indonesia pada komoditas paprika yang akan diekspor ke Taiwan.
 
Pengendalian yang dilakukan pada umumnya adalah dengan pembungkusan buah-buahan 
ataupun pemberonjongan pohonnya dengan kasa, pengasapan untuk mengusir lalat buah, 
penyemprotan dengan insektisida, pemadatan tanah di bawah pohon untuk memutus 
siklus hidup serta penggunaan atraktan (zat pemikat) yang salah satunya berbahan methyl 
eugenol. Namun demikian, cara-cara pengendalian ini dirasa masih kurang efektif, karena 
tidak dilakukan secara serentak dan kontinu, sehingga daerah yang tidak dikendalikan 
menjadi sumber infeksi di masa mendatang. Selain hal teknis, juga masalah mahalnya zat 
pengendali, khususnya atraktan lalat buah, sehingga petani/pengguna belum semuanya 
mampu memperoleh bahan ini. Sebagai contoh, atraktan komersial yang ada di pasaran 
saat ini harganya berkisar antara Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000/ liternya. 

Tanaman aromatik yakni tanaman yang mampu mengeluarkan aroma, bisa juga 
digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Di antaranya jenis selasih (Ocimum), yaitu  
O.minimum, O.tenuiflorum, O.sanctum dan lainnya. Selain tanaman selasih ada juga 
tanaman lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tanaman yang bersifat sinergis 
(meningkatkan efektifitas atraktan), seperti pala (Myristica fragans). Semua tanaman ini 
mengandung bahan aktif yang disukai oleh lalat buah, yaitu Methyl eugenol, dengan 
kadar yang berbeda. Balittro telah membuat suatu atraktan dengan cara mencampur semua jenis tanaman, 


sehingga menghasilkan suatu minyak atsiri (essential oil) yang terdiri dari beberapa jenis 
tanaman yang mengandung methyl eugenol, yang dapat digunakan sebagai pengendali 
hama lalat buah atau disebut juga dengan ATLABU (Atraktan Lalat Buah). 

Diharapkan teknologi yang ditemukan Balittro ini akan membantu dalam usaha 
pengendalian lalat buah di Indonesia pada khususnya dan di dunia pada umumnya. 
Dengan teknologi ini biaya pengendalian dapat ditekan cukup signifikan, karena harga 
ATLABU hanya Rp 400.000/liter, jauh di bawah harga atraktan komersial yang ada (Rp. 
1- 1,5 juta/liter). Selain itu, masyarakat/petani dapat mengembangkan/membuat sendiri 
atraktan ini dengan cara menanam tanamannya (misal selasih yang mudah tumbuh) dan 
menyulingnya sendiri dengan alat/teknologi yang sederhana. 

Sumber : Badan Litbang, Departemen Pertanian   

Pengendalian lalat buah


Hama lalat buah merupakan salah satu hama yang sangat ganas menyerang tanaman hortikultura. Salah satu spesies lalat buah yang dikenal sangat merusak buah adalah Bactrocera sp. Tanaman manis, jambu air, jambu biji, mangga, nangka, semangka, melon, cabai, jeruk, apel dan sayur-sayuran. Lalat buah termasuk Ordo Dipter, Famili Tephtritidae terdiri dari 4000 spesies, terbagi dalam 500 genera. Famili ini merupakan famili terbesar dari ordo Diptera dan merupakan salah satu famili yang terpenting karena secara ekonomi sangat merugikan.
 Kehidupan dan perkembangan lalat buah dipengaruhi banyak faktor, diantaranya faktor suhu, kelembaban dan ketersediaan inang. Ketiga faktor tersebut tersedia cukup di daerah tropis seperti di Indonesia sehingga menguntungkan bagi perkembangan populasi lalat buah. Di daerah tropis lalat buah mendapat gangguan iklim lebih kecil dibandingkan daerah lain, daera sedang dan dingin. Ketersediaan pakan di daerah tropik lebih besar oleh karena itu serangga termasuk lalat buah selalu mendapat pakan yang cukup terlebih untuk berkembang biak.
 Beberapa cara pengendalian lalat buah:
 Pencegahan terhadap serangan lalat buah:
  1.  Peraturan karantina. Penerapan peraturan karantina yang ketat dapat mencegah masuknya lalat buah dari wilayah atau negara yang diketahui mempunyai masalah dengan lalat buah
  2. Pengrodongan/pembungkusan buah. Cara ini kurang praktis untuk areal tanaman yang sangat luas serta untuk tanaman cukup tinggi dan sulit dijangkau. Keuntungannya, buah terhindar dari serangan lalat buah tanpa paparan residu bahan kimia
  3. Pengasapan. Dilakukan dengan cara membakar seresah/jerami setengah basah sehingga dihasilkan asap yang cukup banyak dan tahan lama.
 Sanitasi kebun
 Sanitasi dilakukan untuk memutus dan negganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara mengumpulkan buah-buah terserang, baik yang sudah jatuh ke tanah maupun yang masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah. Eradikasi. Cara eradikasiyang telah dilakukan anatara lain dengan pelepasan jutaan serangga lalat jantan yang sudah dimandulkan (sterile insect technique),
 Penggunaan Tanaman Perangkap
 Penelitian mengenai preferensi lalat buah terhadap tanaman buah dan sayuran, ternyata yang paling disukai untuk dirusak oleh lalat buah berturut-turut sebagai berikut: jambu air, belimbing, mangga, jambu biji, dan lomlok besar, tanaman yang digunakan sebgai tanaman yang lebih rendah dapat digunakan sebagai tanaman perangkap, misalnya bila mengutamakan budidaya tanaman mangga maka disekeliling kebunmangga dapat ditanami jambu air atau belimbing
Pengendalian dan Penekanan populasi lalat buah
  1.  menggunakan musuh alami lalat buah (natural enemy) salah satunyaprasitoid dan predator. Penggunaan musuh alami lalat buah yang berupa parasitoid dan sudah teridentifikasi adalahBiosteres sp  dan  Opius sp yang merupakan parasitoid dari famili Braconidae. Dan musuh alami berupa predator yang umum adalah semut / lebah (Hymenoptera), laba-laba (Arachnida), kumbang tanah carabid dan staphylinid (coleoptera), cocoped (Dermaptera), sayap jala chrysopid (ordo Neuroptera) dan kepik penratomid (hemiptera)
  2. mengunakan umpan yang mempunyai data tarik (Atraktan). Umpan ini biasanya bersifat sebagai sex feromon berupa senyawa methyl Eugenol. Bisa juga dengan menggunakan lalat jantan mandul, dengan memandulkan pupa-pupa lalat buah jantan menggunakan sinar gama. Selain itu juga dengan memberi umpan lain “food attractant” berupa campuran senyawa sintesa protein yang terdiri 18 asam amino, dicampur dengan killing agent.
 Perlakuan pasca panen
 Perlakuan pasca panen yang bisa dilakukan terhadap buah-buahan antara lain dengan fumigasi. Caranya buah-buah yang sudah disortir dan dibersihkan dimasukkan ke tempat yang tertutup dan kemudia dilakukan fumigasi dengan alumunium fosfid berupa tablet yang dapat menguap, atau dengan cara mengalirkan uap/udara panas (heat treatment), bisa juga dilakukan perendeman dan penyemprotan dengan bahan kimia.

Sabtu, 05 Mei 2012

PENGENDALIAN HAMA SECARA KIMIAWI

Pengendalian hama secara kimiawi merupakan pengendalian hama dengan menggunakan zat kimia. Pengendalian hama ini biasa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian hama ini sering dilakukan oleh petani. Olehnya itu pengendalaian hama secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan hama dan penyakit.
Permasalahan yang terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan pengendalian hama dan penyakit dengan cara kimiawi yakni dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani akan interaksi tanaman dan musuh-musuh alaminya. 


Seiring berkembangnya metode pengendalan hama, ada beberapa macam pestisida, yakni :
a.fungisida : pengendali cendawan
b.insektisida : pengendali serangga
c.herbisida : pengendali gulma
d.nematisida : pengendali nematoda
e.akarisida : pengendali tungau
f.ovarisida : pengendali telur serangga dan telur tungau
g.bakterisida : pengendali bakteri
h.larvasida : pengendali larva
i.rodentisida : pengendali tikus
j.avisida : pengedali burung
k.mollussida : pengendali bekicot
l.sterillant : pemandul.


Namun begitu, karena pemakaian pestisida yang mudah dan langsung dapat menanggulangi hama, ternyata petisida mempunyai dampak negatif. Adapun damapak negatifnya yakni :


1.Hama/penyakit/gulma menjadi resisten atau kebal
Semakin sering tanaman disemprot dengan pestisida, maka tanaman semakin kebal. Ini berarti jumlah tanaman yang mati semakin sedikit walaupun disemprot
berkali-kali dengan dosis yang tinggi.
2.Resurgensi atau timbulnya kembali hama tersebut.
Populasi hama /penyakit/gulma tersebut malah menjadi berkembang lebih banyak setelah diperlakukan dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena musuh-musuh alami mati sehingga pengaruh pestisida terhadap tanaman tersebut tidak mampu membunuh spora yang tahan, sehingga inilah yang nantinya akan berkembang pesat tanpa ada musuh atau saingan lainnya.
3.Timbul ledakan hama/penyakit/gulma sekunder.
Akibat penggunaan pestisida yang memusnahkan musuh alami menyebakan timbulnya ledakan populasi hama sekunder. 
4.Musuh alami musnah
Biasanya musuh-musuh alami ini lebih peka terhadap pestisidadari pada hama/patogen/gulma sasaran. Maka pada setiap aplikasi petisida ini akan mematikan populasinya. Padahal adanya predator akan menetukan keseimbangan ekosistem.
5.Terbunuhnya makhluk bukan sasaran
Berbagai jenis makhluk hidup lainnya seperti serangga penyerbuk, saprofit, dan penghuni tanah, ikan, cacing tanah, katak, belut, burung, dan lain-lain ikut mati setelah terkena pestisida tersebut.
6.Pencemaran lingkungan hidup
Air, tanah, dan udara ikut pula tercemar oleh pestisida. Beberapa pestisida dapat mengalami biodegradasi, dirombak secara biologis dalam tanah dan air.
7.Residual effect
Dengan aplikasi pestisida yang terlalu banyak, apalagiyang persisten, akan meniggalkan residu dalam tanaman dan produk pertanian (buah, daun, bji, umbi, dan lain sebaganya) tergantung dari jenis pestisida dan residu.
8.Kecelakaan manusia
Penggunaan pestisida yang kurang hati-hati dan mencelakakan si pemakai . keracunan melalui mulut dan atau kulit sering terjadi, sehingga membahayakan. Kasus kematian karena keelakaan ini ckup banyak.
pengendalian secara kimia, menggunakan Pestisida.
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman.
Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses – proses dalam tubuh tumbuhan sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali manusia menggunakan oat – obatan anti hama. Pestisida yang digunakan untuk membasmi serangga disebut insektisida. Adapun pestisida yang digunakan untuk membasmi jamur disebut fungsida.
Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati – hati dan tepat guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besat. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat – obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak mungkin.
Secara alamiah, sesungguhnya hama mempunyai musuh yang dapat mengendalikannya. Namun, karena ulah manusia, sering kali musuh alamiah hama hilang. Akibat hama tersebut merajalela. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi adalah hama tikus. Sesungguhnya, secara ilmiah, tikus mempunyai musuh yang memamngsanya. Musuh alami tikus ini dapat mengendalikan jumlah populasi tikus. Musuhnya tikus itu ialah Ular, Burung hantu, dan elang. Sayangnya binatang – binatang tersebut ditangkapi oleh manusia sehingga tikus tidak lagi memiliki pemangsa alami. Akibatnya, jumlah tikus menjadi sangat banyak dan menjadi hama pertanian.
Studi kasus
 

Jeruk pamelo sudah dibudidayakan ribuan petani di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, sejak puluhan tahun lalu. Tanaman varietas lokal itu juga menjadi primadona karena merupakan komoditas pertanian utama setelah tanaman padi.
Kendati demikian, besarnya potensi itu ternyata tidak didukung sistem pemasaran yang baik sehingga tak jarang petani mengalami kerugian yang tidak sedikit. Permainan harga yang menekan petani, serangan hama, dan ketidaktahuan petani tentang alur pemasaran pascapanen merupakan beberapa kendala yang terus melingkupi pertanian jeruk pamelo.
Menurut Wariyatin (60), petani jeruk pamelo asal Desa Dukuh, Kecamatan Bendo, Magetan, cara dan pola budidaya jeruk itu sebenarnya tergolong mudah. Sejak dari bibit berusia satu bulan, jeruk bisa berbuah pada umur tiga tahun.
"Selama masa tanam, perawatannya juga mudah. Petani hanya perlu rutin memupuk, memangkas batang yang rusak, dan menyiangi rumput liar. Kalau tiga hal pokok ini dilakukan, dalam tiga tahun pasti sudah berbuah," kata Wariyatin yang mengaku sudah menanam jeruk pamelo lebih dari 30 tahun.
Karena mudahnya perawatan dan prospek ekonomi itulah, pertanian jeruk pamelo kemudian berkembang pesat. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Magetan, budidaya jeruk pamelo itu tersebar di lebih dari 20 desa di lima kecamatan, yakni Kecamatan Bendo, Takeran, Sukomoro, Magetan, dan Maospati. Lahan pertanian mencapai lebih dari 7.000 hektar yang melibatkan sekitar 3.000 petani (pemilik lahan dan buruh tani).
Jeruk pamelo tergolong tanaman buah yang memiliki banyak kemiripan dalam bentuk fisik dengan beberapa varietas jeruk lainnya yang ada di Magetan. Varietas jeruk yang mirip, misalnya, jeruk adas nambangan dan jeruk adas duku. "Semuanya mirip karena buahnya sama-sama berukuran besar. Perbedaannya terletak pada pohon dan daging buahnya," lanjut Wariyatin.
Salam (30), petani jeruk pamelo asal Kecamatan Sukomoro, juga mengatakan perbedaan ketiga varietas jeruk "besar" itu memang terletak pada pohonnya. Pohon jeruk pamelo biasanya kecil dan tidak rimbun, berbeda dengan jeruk adas nambangan dan jeruk adas duku yang memiliki pohon berukuran besar dengan banyak cabang dan daun.
"Daging buah jeruk pamelo berwarna merah tua, daging buah jeruk adas nambangan merah muda, sedangkan jeruk adas duku berwarna merah kekuningan. Dari ketiga varietas itu, jeruk pamelolah yang disukai masyarakat karena rasanya manis segar," kata Salam.
Kemudahan pola budidaya itu, lanjut Salam, juga diikuti cara perawatan tanaman yang juga tidak sulit. Setelah tanaman berusia lebih dari dua tahun, sebaiknya rutin diberikan pupuk kandang. Agar berbuah maksimal, jarak tanaman pun harus diatur minimal empat meter.
Menurut Suripto, petugas penyuluh pertanian jeruk yang juga Ketua Kelompok Tani di Desa Belotan, Kecamatan Sukomoro, jeruk pamelo di Magetan banyak dibudidayakan di daerah kaki bukit dengan iklim yang berimbang. Selain harus mendapat cukup sinar matahari, jeruk ini juga tidak boleh kekurangan air. "Kalau dua unsur itu tidak terpenuhi dengan baik, hasilnya tidak akan maksimal," katanya.


Di Kabupaten Magetan, tutur Suripto, jeruk jenis itu dibudidayakan dengan sistem pertanian utuh. Artinya, lahan yang digunakan menanam jeruk tidak boleh berganti-ganti dan tidak mengenal sistem tumpang sari. Pupuk yang digunakan pun harus pupuk kandang, bukan pupuk kimia.
Karena besarnya potensinya itu, Suripto mengatakan, jeruk pamelo berkembang menjadi komoditas pertanian utama setelah tanaman padi. Hasil dari sektor pertanian produktif ini menghidupi ribuan petani di Kabupaten Magetan, mulai dari pemilik lahan, buruh tani, hingga pedagang. "Tanaman ini sebenarnya layak mendapat tempat sebagai tanaman primadona di kabupaten ini," katanya.
Munawarman (53), petani lainnya, mengaku sudah menggantungkan hidup pada jeruk pamelo sejak hampir 20 tahun. Hasil dari bertani jeruk itu, katanya, bisa menghidupi istri dan empat anaknya.
Hama
Meski demikian, bukan berarti pertanian jeruk itu tidak terhadang kendala. Masalah yang dihadapi petani sampai sekarang terkait dengan serangan hama dan harga jual yang tidak pernah stabil.
Menurut Munawarman, ada tiga jenis hama yang paling menakutkan petani jeruk pamelo, yakni hama cabuk (semacam serangga kecil), hama blendog (ulat batang), dan hama lalat buah. Hama cabuk biasanya menyerang bagian daun hingga daun tanaman menghitam. Setelah terkena hama itu, pohon biasanya tidak berbuah dan berpotensi menyebabkan kematian pohon.
Hama blendog atau ulat batang, lanjut Munawarman, selalu menyerang bagian batang utama. Jika terkena hama itu, batang pohon akan banyak berlubang karena ada ulat-ulat kecil berwarna putih. Dampaknya, pohon tidak berbuah dan juga bisa mati.
"Sedangkan hama lalat buah menyerang bagian kulit dan daging buah. Kalau terkena, buah menjadi busuk karena di dalamnya banyak telur lalat. Buah kemudian berjatuhan dari pohon," katanya.
Sekitar April-Mei lalu, serangan hama lalat buah sedang mengganas. Saat itu lebih dari 70 hektar lahan perkebunan jeruk milik ratusan petani diserang lalat buah. Karena petani terlambat menangani, sebagian besar jeruk yang sudah siap panen membusuk.
Kerugian diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah karena banyak petani yang gagal panen. Serangan hama lalat buah ini terjadi di enam desa, yakni Desa Duwet, Belotan, Dukuh (Kecamatan Bendo), serta Sukomoro, Tambakmas, dan Tamanan (Kecamatan Sukomoro).


 


Pengendalian
Pestisida adalah zat pengendali hama (seperti: ulat, wereng dan kepik). Pestisida Organik: adalah pengendali hama yang dibuat dengan memanfaatkan zat racun dari gadung dan tembakau. Karena bahan-bahan ini mudah didapat oleh petani, maka pestisida organik dapat dibuat sendiri oleh petani sehingga menekan biaya produksi dan akrab denga lingkungan.


Bahan dan Alat:
2 kg gadung.
1 kg tembakau.
2 ons terasi.
¼ kg jaringao (dringo).
4 liter air.
1 sendok makan minyak kelapa.
Parutan kelapa.
Saringan kelapa (kain tipis).
Ember plastik.
Nampan plastik.
Cara Pembuatan:
Minyak kelapa dioleskan pada kulit tangan dan kaki (sebagai perisai dari getah gadung).
Gadung dikupas kulitnya dan diparut.
Tembakau digodok atau dapat juga direndam dengan 3 liter air panas
Jaringao ditumbuk kemudian direndam dengan ½ liter air panas
Tembakau, jaringao, dan terasi direndam sendiri-sendiri selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan satu per satu dan dijadikan satu wadah sehingga hasil perasan ramuan tersebut menjadi 5 liter larutan.


Dosis:
1 gelas larutan dicampur 5-10 liter air.
2 gelas larutan dicampur 10-14 liter air.
Kegunaan:
Dapat menekan populasi serangan hama dan penyakit.
Dapat menolak hama dan penyakit.
Dapat mengundang makanan tambahan musuh alami.


Catatan: Meskipun ramuan ini lebih akrab lingkungan, penggunaannya harus memperhatikan batas ambang populasi hama. Ramuan ini hanya digunakan setelah polulasi hama berada atau di atas ambang kendali. Penggunaan di bawah batas ambang dan berlebihan dikhawatirkan akan mematikan musuh alami hama yang bersangkutan.
   
 

Aplikasi bakteri Pseudomonas fluorescen.

Pertama kita harus dapat memastikan bahwa tanaman kita yang layu adalah disebabkan oleh serangan bakteri jahat, dalam hal ini adalah saudara dekat bateri Pseudomonas fluorescen yaitu P. solanacearum. 
Adapun ciri-ciri tanaman yang terserang layu bakteri ini adalah :
1. Mengeluarkan eksudat (semacam lendir berwarna putih susu) jika dimasukkan dalam air bening.
2. Pada serangan lanjut, pembuluh angkut dalam batang menjadi seperti berongga.
3. Kebanyakan menyerang pada saat kondisi tanah ekstrim dari kering ke basah.
4.Tanaman yang sudah layu, kalau batangnya dipotong ternyata pembuluh berwarna coklat yang sering    dapat sampai ke tulang daun.

Jika sudah tau penyebabnya, langkah selanjutnya adalah aplikasi suspensi bakteri Pf yang dapat kita peroleh di balai-balai perlindungan tanaman yang ada di seluruh Indonesia. Dosis yang digunakan menurut anjuran setempat atau  dengan cara pengenceran suspensi 10-15 kali. Perlu dikaetahui bahwa suspensi bakteri Pf adalah berisi bakteri hidup sedangkan cairan yang menyertainya mengandung nutrisi yang sangat tinggi sehingga tidak menutup kemungkinan hal ini juga bisa memberikan efek kesuburan pada tanaman yang diperlakukan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi Pf adalah :
1. Aplikasi tidak dilakukan pada saat matahari sedang terik, sebaiknya pagi atau sore hari.
2. Alat yang digunakan bersih dari sisa pestisida.
3. Aplikasi Pf dilakukan minimal 7 hari setelah pestisida terakhir.
4. Aplikasi pestisida dilakukan minimal 7 hari setelah aplikasi Pf.
5. Masa kadaluarsa.

Sebaiknya aplikasi Pf dilakukan bersamaan dengan pemupukan dasar, lalu dilakukan rutin 7-14 hari sekali hingga panen. Aplikasi Pf tidak menimbulkan residu bagi hasil.

Xanthomonas oryzae /Kresek.


Xanthomonas oryzae adalah penyakit penting pada tanaman padi yang diakibatkan oleh bakteri dan umum disebut sebagai penyakit kresek. Sebaran penyakit ini sangat luas dan menyerang tanaman terutama pada saat stadia generatif. Penyakit ini sering dianggap tidak begitu penting olaeh sebagian petani karena tanaman yang terserang biasanya masih bisa dipanen hasilnya. Beda dengan serangan wereng coklat yang dapat menyebabkan gagal panen dalam waktu serangan yang singkat. Kerugian yang timbul akibat Xanthomonas adalah kualitas gabah hasil panen yang rendah, hal ini terlihat pada saat penggilingan beras yang dihasilkan benyak pecahnya.
            Penyakit ini awalnya ditandai dengan serangan di ujung daun yang menyebabkan hawar di bagian tersebut. Pada serangan lanjut, gejala hawar meluas ke daerah pinggir daun. Sementara tulang daun tetap berwarna hijau. 
             Turunnya hasil terutama dikarenakan kerusakan pada daun yang menyebabkan fotosintesis berkurang atau bahkan berhenti. Pada malai, pengisian akan sangat terganggu sehingga biji bernas hanya dihasilkan pada ujung malai sementara semakin mendekat ke pangkal akan hampa. Berikut adalah gambar gejala serangan OPTXanthomonas Oryzae :


Pada gambar terlihat bahwa malai masih terlihat hijau sementara daun sudah mengering.

            Untuk pengendalian penyakit ini banyak cara  yang bisa dipakai antara lain :
1. Pemilihan Varietas tahan. Misalnya Cibogo, Mekongga, Walanai atau tergantung rekomendasi dinas         terkait setempat.
2. Penggunaan pupuk berimbang.
3. Kurangi penggunaan pupuk UREA.
4. Penggunaan agensia hayati bakteri Coryne bacterium.

Coryne bacterium

Coryne bacterium adalah bakteri antagonis yang khusus diaplikasikan untuk mengendalikan serangan Xanthomonas. Selain itu juga bisa diaplikasikan untuk mengendalikan Downy mildew dan Powdery mildew.

Bakteri ini tidak dijual dengan bebas, namun bisa diperoleh di 
1. Laboratorium pertanian milik pamerintah 
2. Laboratorium milik Universitas.
3. BPAH (Badan Pengembangan Agensia Hayati).

Hopper burn/ terbakar akibat serangan WBC

Pada musim tanam ke-2 biasanya dimulai tanam pada bulan maret-april dan panen pada bulan juni-Juli.
Pada musim ini biasanya serangan OPT akan meningkat karena populasi awal dari OPT tersebut sudah sudah ada pada pertanaman sebelumnya.
Adapun OPT yang sering muncul pada Musim ke 2 ini adalah :

1. wereng hijau/ batang coklat
2. kresek/ xanthomonasa
3. penggerek batang padi

Kiat-kiat agar tanaman musim ke 2 ini sukses adalah :
1. pemilihan varietas
2. pelaksanaan budidaya yang baik
3. pemupukan berimbang
4. pengawasan secara berkala
5. penggunaan agensia hayati 


untuk mengendalikan wereng, penggunaan beaveria bassiana terbukti ampuh dan tidak menyebabkan resisten karena bersifat membunuh serangga hama secara mekanis dan kimiawi. berikut adalah contoh serangga yang mati karena beaveria bassiana:
  
















Untuk mengendalikan penyakit kresek/ Xanthomonas sebaiknya menggunakan Coryne bacterium yang merupakan bakteri antagonis dan musuh alami penyakit kresek. Aplikasi dilakukan sejak di uritan agar hasilnya memuaskan.