Senin, 07 Mei 2012

Teknik Tepat Budi Daya Jeruk



Jeruk sudah tumbuh di Indonesia sejak ratusan tahun lalu, baik secara alami maupun dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia merupakan peninggalan 
Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Italia. Jeruk
memiliki banyak spesies dari 6 genus, di antaranya Microciturs, Citrus,
Fortunella, Cymedia, Poncirus, dan Eremocirus.


A. Manfaat Buah

Jeruk banyak dimanfaatkan sebagai buah segar atau makanan olahan, karena cita
rasa dan kandungan vitamin C yang tinggi. Bahkan, beberapa negara telah
memproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk serta gula tetes, alkohol, dan
pektin dari buah jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk digunakan sebagai
bahan minyak wangi, sabun mandi, esens minuman, dan campuran kue. Beberapa
jenis jeruk seperti jeruk nipis dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk
menurunkan panas, meredakan nyeri saluran napas bagian atas, dan menyembuhkan
radang mata.


B. Varietas Unggul
Pada dasarnya, ada tiga jenis jeruk komersial dan diunggulkan, yakni jeruk
siem, jeruk keprok, dan jeruk besar (Citrus maxim Merr). Hingga kini, sudah
dilepas lebih dari 41 varietas jeruk di
Indonesia, di antaranya pangkajene merah, pangkajene putih, keprok selayar,
tejakula, keprok siompu, manis kisar, keprok soe, siem banjar, keprok garut-1,
cikoneng ST, siem madu, pamelo ratu, pamelo raja, manis taji-01, crifta-01,
bali merah, keprok sipirok, pamelo nambangan, pamelo sri nyonya, pamelo
magetan, keprok maga, troyer-415, carrizo-442, kunci-10, keprok pulau tengah,
keprok madura, pacitan, keprok wangkang, keprok tawangmangu, siampontianak,
astano, lidung, taliwangputih, taliwangmerah, laukawar, kotaraja, girimatang,
keprok gayo, siam kintamani, keprok batu-55, keprok pulung, dan keprok gunung
omeh.


C. Syarat Tumbuh
Syarat tumbuh jeruk yang harus diperhatikan di antaranya suhu optimum 25 -30° C
serta curah hujan 1.900-2.400 mm/tahun dengan rata-rata 2-4 bulan basah dan 3-5
bulan kering. Tanah yang cocok bertekstur gembur, berpasir, hingga lempung
berliat dengan kedalaman efektif lebih dari 60 cm. Tingkat keasaman tanah (pH)
yang optimum sekitar 5--7.
jeruk manis cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 7001--300 m dpl serta
iklim relatif kering dan berada di tempat terbuka. Jeruk besar sebaiknya
dibudidayakan di dataran rendah dengan ketinggian 70--600 m dpl, sedangkan
jeruk keprok pada ketinggian 100—1.300 m dpl.
Kondisi lahan yang akan ditanami harus bebas dari tanaman jeruk yang sakit,
minimal dua tahun sebelum tanam. Lokasi harus bersih dari tanaman pembawa
vektor CVPD, yakni Diaphorina Citri dan dari tanaman lain yang disukai hama
tersebut, seperti kemuning dan tapak dara. Lokasi kebun harus berjarak minimum
3 km dari tanaman atau kebun jeruk yang sudah terserang CVPD.


D. Teknik Budi Daya


a. Pemilihan Benih dan Varietas
Bibit yang dipilih sebaiknya disesuaikan dengan target pasar dan kondisi
agroklimat tempat penanaman. Gunakan bibit yang sehat dan pertumbuhannya
seragam. Tinggi bibit yang digunakan 80-100 cm dengan diameter batang 1-1.5 cm.
Warna batang hijau tua kecokelatan, bentuk batang lurus, dan tidak bercabang.
Warna daun hijau mengilap dan telah membentuk 3 flush (trubus).
Bibit sebaiknya telah berumur 6 bulan atau lebih. Pastikan bibit bebas dari
serangan hama dan penyakit, khususnya tujuh penyakit sistemik di antaranya
CVPD, tristeza, psorosis, exocortis, vein Enation, tatter leaf, dan
xyloporosis. Batang bawah yang dianjurkan antara lain YC dan RL atau troyer,
carrizo, volkameriana, dan citrumello yang tahan tristeza (CTV).


b. Persiapan Lahan
Pekerjaan ini diawali dengan membersihkan batu-batu besar, alang-alang, tunggul
batang tanaman dan sebagainya dari lahan, karena akan mengganggu sistem
perakaran tanaman dan menghambat aliran unsur hara. Selanjutnya, bagi lahan
menjadi beberapa blok yang dipisahkan oleh jalan kebun. Jalan ini diperlukan
untuk pemeliharaan, pengangkutan hasil panen, dan pengawasan kebun. Jika luas
kebun puluhan hektare, satu blok sebaiknya seluas satu hektare dan jumlah
tanaman sebanyak 500 pohon.
Lahan yang bertopografi miring sebaiknya dibuatkan terasering terlebih dahulu,
lalu disusul pembuatan lubang tanam. Jika jeruk hendak ditanam di tanah berair
atau tanah sawah, tinggikan tanah tempat lubang tanam terlebih dahulu agar
sistem perakarannya tidak terendam air dan lengkapi dengan saluran drainase.
Namun, jika jeruk akan ditanam di lahan kering, lahan harus dilengkapi dengan
sarana irigasi. Jika lapisan tanah agak tipis, hancurkan lapisan cadas yang
terdapat di bawah lapisan tanah hingga gembur.


c. Pembuatan Lubang Tanam dan Penanaman
Jika jeruk ditanam di tanah cadas, buat lubang tanam berukuran 1 x 1 x 1 meter.
Sementara bila ditanam di tanah gembur ukuran lubang tanam cukup 70 x 70 x 70
cm. Saat membuat lubang tanam, pisahkan tanah bagian atas di kiri lubang dan
tanah bagian bawah di kanan lubang. Biarkan lubang tanam terbuka selama dua
minggu agar bibit hama, penyakit, dan gulma mati terkena sinar matahari
langsung.
Setelah 2 bulan, masukkan tanah galian bagian bawah ke dalam lubang tanam
hingga seperempat volume lubang. Campur sisa tanah galian dengan pupuk kandang
sebanyak 8 liter bila bibit ditanam di tanah cadas atau 4 liter bila bibit
ditanam di tanah subur. Masukkan campuran pupuk kandang dan tanah galian ke
dalam lubang hingga menggunduk.


d. Perawatan Tanaman
1. Pemupukan
Aplikasi pemupukan untuk kebun buah-buahan dilakukan tiga kali dalam setahun,
yakni segera setelah panen dan pemangkasan dengan komposisi nitrogen (N)
tinggi, menjelang tanaman berbunga dengan komposisi fosfor (P) tinggi, dan
untuk mendukung pembesaran buah dengan komposisi kalium (K) tinggi.
Pemberian pupuk dapat dilakukan pada umur 6, 9, 12 bulan setelah tanam, dengan
campuran pupuk berupa urea 250 g, TSP 250 g, dan KCI 300 g per pohon.
2. Pengairan
Jeruk keprok membutuhkan air yang cukup banyak untuk pertumbuhannya, meskipun
memerlukan bulan kering selama 3-4 bulan. Kekurangan air pada masa vegetatif
akan menghambat pertumbuhan tunas dan akar. Sementara itu, kekurangan air pada
masa generatif menyebabkan bunga dan buah rontok. Akibatnya, volume dan mutu
produksi menurun.
Pengairan terutama diperlukan pada musim kemarau dan menjelang fase pembungaan
dan pembentukan buah. Saat musim kemarau, kebutuhan volume air untuk pengairan
sekitar 70-80 liter pohon/minggu. Pada fase produktif jumlahnya dikurangi
menjad 40-60 liter/pohon/minggu dan dihentikan untuk merangsang pembentukan
bunga.
Sistem pengairan tanaman jeruk dapat berupa pengairan permukaan, yakni
penyiraman dilakukan di cekungan yang dibuat mengikuti bentuk tajuk pohon
terluar atau air dialirkan melalui parit-parit di setiap sisi alur tanaman
sesuai kebutuhan. Selain itu, ada sistem pengairan curah (sprinkle) dan
pengairan tetes.
3. Pengendalian Gulma
Buang kotoran, dedaunan, dan ranting bekas pangkasan yang dapat mengundang
kehadiran hama dan penyakit. Pangkas daun dan ranting yang sakit atau yang
menunjukkan tanda-tanda terserang hama dan penyakit. Bakar buah-buahan yang
busuk dan rontok termasuk pangkasan daun. Bersihkan rumput liar yang tumbuh
dengan kored, cangkul, atau manual (tangan) untuk menghindari persaingan dalam
penyerapan unsur hara. Selain itu, penggunaan herbisida dapat diaplikasikan,
terutama untuk membersihkan gulma dalam jumlah banyak dan luas. Bersamaan
dengan penyiangan, sebaiknya tanah di sekitar tajuk tanaman digemburkan.
Upayakan jangan sampai merusak perakaran tanaman.
4. Pemangkasan
Pemangkasan bertujuan untuk membentuk tanaman sehingga tidak terlalu tinggi dan
mudah dikelola, percabangan teratur dan kokoh, penerimaan cahaya matahari
merata, memperbaiki kualitas buah (ukuran, warna, dan menurunkan rasa asam),
memperbanyak tunas baru, dan mengurangi kerimbunan tanaman. Pemangkasan
dilakukan sejak tanaman masih muda (70-80 cm) untuk membentuk pohon dan
percabangannya. Dari batang utama, pelihara 3-4 cabang yang letaknya membentuk
sudut yang seimbang antarcabang pada ketinggian yang berbeda.
Pangkas cabang yang tidak dikehendaki hingga pangkal cabang. Dari batang utama
tersebut masing-masing dipelihara 3-4 cabang. Demikian seterusnya hingga
terbentuk percabangan yang kompak dan kanopi pohon membentuk setengah kubah
dengan penyebaran daun merata. Pemeliharaan selanjutnya bertujuan untuk menjaga
bentuk pohon, membuang cabang atau ranting yang rusak, mati, dan berpenyakit,
serta untuk mengatur pembungaan. Lakukan pemangkasan pemeliharaan berikutnya
pada tanaman usia produktif. Cabang-cabang atau tunas liar yang tumbuh tidak
pada tempatnya, misalnya di bawah percabangan pertama harus dibuang.
5. Penjarangan Buah
Penjarangan bertujuan agar buah tidak berdesakan dalam dompolan dan dapat
mencapai ukuran maksimal. Penjarangan buah dilakukan sejak buah masih sebesar
kelereng. Caranya, pilih dan singkirkan buah yang kurus, bentuknya tidak
sempurna, serta terserang hama dan penyakit. Atur posisi buah agar tidak saling
bergesekan atau terjepit ranting pohon yang dapat mengakibatkan kulit buah
cacat.


* Artikel ini dikutip dari buku “Buku Pintar Budi Daya Tanaman Buah Unggul
Indonesia”. AgroMedia Pustaka.

Tanaman Aromatik Pengendali Hama Lalat Buah

Oleh : Agus Kardinan   

Lalat buah merupakan hama yang sangat merugikan di bidang hortikultura, karena sering 
membuat produk hortikultura seperti mangga, cabai, jambu biji, belimbing, nangka, jeruk 
dan buah-buahan lainnya menjadi busuk dan berbelatung. Hama ini juga dapat menjadi 
penghambat perdagangan (Trade barrier) antar Negara, karena apabila pada komoditas 
ekspor suatu produk terdapat telur lalat buah, maka produk tersebut akan ditolak. Hal ini 
pernah terjadi terhadap Indonesia pada komoditas paprika yang akan diekspor ke Taiwan.
 
Pengendalian yang dilakukan pada umumnya adalah dengan pembungkusan buah-buahan 
ataupun pemberonjongan pohonnya dengan kasa, pengasapan untuk mengusir lalat buah, 
penyemprotan dengan insektisida, pemadatan tanah di bawah pohon untuk memutus 
siklus hidup serta penggunaan atraktan (zat pemikat) yang salah satunya berbahan methyl 
eugenol. Namun demikian, cara-cara pengendalian ini dirasa masih kurang efektif, karena 
tidak dilakukan secara serentak dan kontinu, sehingga daerah yang tidak dikendalikan 
menjadi sumber infeksi di masa mendatang. Selain hal teknis, juga masalah mahalnya zat 
pengendali, khususnya atraktan lalat buah, sehingga petani/pengguna belum semuanya 
mampu memperoleh bahan ini. Sebagai contoh, atraktan komersial yang ada di pasaran 
saat ini harganya berkisar antara Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000/ liternya. 

Tanaman aromatik yakni tanaman yang mampu mengeluarkan aroma, bisa juga 
digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Di antaranya jenis selasih (Ocimum), yaitu  
O.minimum, O.tenuiflorum, O.sanctum dan lainnya. Selain tanaman selasih ada juga 
tanaman lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tanaman yang bersifat sinergis 
(meningkatkan efektifitas atraktan), seperti pala (Myristica fragans). Semua tanaman ini 
mengandung bahan aktif yang disukai oleh lalat buah, yaitu Methyl eugenol, dengan 
kadar yang berbeda. Balittro telah membuat suatu atraktan dengan cara mencampur semua jenis tanaman, 


sehingga menghasilkan suatu minyak atsiri (essential oil) yang terdiri dari beberapa jenis 
tanaman yang mengandung methyl eugenol, yang dapat digunakan sebagai pengendali 
hama lalat buah atau disebut juga dengan ATLABU (Atraktan Lalat Buah). 

Diharapkan teknologi yang ditemukan Balittro ini akan membantu dalam usaha 
pengendalian lalat buah di Indonesia pada khususnya dan di dunia pada umumnya. 
Dengan teknologi ini biaya pengendalian dapat ditekan cukup signifikan, karena harga 
ATLABU hanya Rp 400.000/liter, jauh di bawah harga atraktan komersial yang ada (Rp. 
1- 1,5 juta/liter). Selain itu, masyarakat/petani dapat mengembangkan/membuat sendiri 
atraktan ini dengan cara menanam tanamannya (misal selasih yang mudah tumbuh) dan 
menyulingnya sendiri dengan alat/teknologi yang sederhana. 

Sumber : Badan Litbang, Departemen Pertanian   

Pengendalian lalat buah


Hama lalat buah merupakan salah satu hama yang sangat ganas menyerang tanaman hortikultura. Salah satu spesies lalat buah yang dikenal sangat merusak buah adalah Bactrocera sp. Tanaman manis, jambu air, jambu biji, mangga, nangka, semangka, melon, cabai, jeruk, apel dan sayur-sayuran. Lalat buah termasuk Ordo Dipter, Famili Tephtritidae terdiri dari 4000 spesies, terbagi dalam 500 genera. Famili ini merupakan famili terbesar dari ordo Diptera dan merupakan salah satu famili yang terpenting karena secara ekonomi sangat merugikan.
 Kehidupan dan perkembangan lalat buah dipengaruhi banyak faktor, diantaranya faktor suhu, kelembaban dan ketersediaan inang. Ketiga faktor tersebut tersedia cukup di daerah tropis seperti di Indonesia sehingga menguntungkan bagi perkembangan populasi lalat buah. Di daerah tropis lalat buah mendapat gangguan iklim lebih kecil dibandingkan daerah lain, daera sedang dan dingin. Ketersediaan pakan di daerah tropik lebih besar oleh karena itu serangga termasuk lalat buah selalu mendapat pakan yang cukup terlebih untuk berkembang biak.
 Beberapa cara pengendalian lalat buah:
 Pencegahan terhadap serangan lalat buah:
  1.  Peraturan karantina. Penerapan peraturan karantina yang ketat dapat mencegah masuknya lalat buah dari wilayah atau negara yang diketahui mempunyai masalah dengan lalat buah
  2. Pengrodongan/pembungkusan buah. Cara ini kurang praktis untuk areal tanaman yang sangat luas serta untuk tanaman cukup tinggi dan sulit dijangkau. Keuntungannya, buah terhindar dari serangan lalat buah tanpa paparan residu bahan kimia
  3. Pengasapan. Dilakukan dengan cara membakar seresah/jerami setengah basah sehingga dihasilkan asap yang cukup banyak dan tahan lama.
 Sanitasi kebun
 Sanitasi dilakukan untuk memutus dan negganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara mengumpulkan buah-buah terserang, baik yang sudah jatuh ke tanah maupun yang masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah. Eradikasi. Cara eradikasiyang telah dilakukan anatara lain dengan pelepasan jutaan serangga lalat jantan yang sudah dimandulkan (sterile insect technique),
 Penggunaan Tanaman Perangkap
 Penelitian mengenai preferensi lalat buah terhadap tanaman buah dan sayuran, ternyata yang paling disukai untuk dirusak oleh lalat buah berturut-turut sebagai berikut: jambu air, belimbing, mangga, jambu biji, dan lomlok besar, tanaman yang digunakan sebgai tanaman yang lebih rendah dapat digunakan sebagai tanaman perangkap, misalnya bila mengutamakan budidaya tanaman mangga maka disekeliling kebunmangga dapat ditanami jambu air atau belimbing
Pengendalian dan Penekanan populasi lalat buah
  1.  menggunakan musuh alami lalat buah (natural enemy) salah satunyaprasitoid dan predator. Penggunaan musuh alami lalat buah yang berupa parasitoid dan sudah teridentifikasi adalahBiosteres sp  dan  Opius sp yang merupakan parasitoid dari famili Braconidae. Dan musuh alami berupa predator yang umum adalah semut / lebah (Hymenoptera), laba-laba (Arachnida), kumbang tanah carabid dan staphylinid (coleoptera), cocoped (Dermaptera), sayap jala chrysopid (ordo Neuroptera) dan kepik penratomid (hemiptera)
  2. mengunakan umpan yang mempunyai data tarik (Atraktan). Umpan ini biasanya bersifat sebagai sex feromon berupa senyawa methyl Eugenol. Bisa juga dengan menggunakan lalat jantan mandul, dengan memandulkan pupa-pupa lalat buah jantan menggunakan sinar gama. Selain itu juga dengan memberi umpan lain “food attractant” berupa campuran senyawa sintesa protein yang terdiri 18 asam amino, dicampur dengan killing agent.
 Perlakuan pasca panen
 Perlakuan pasca panen yang bisa dilakukan terhadap buah-buahan antara lain dengan fumigasi. Caranya buah-buah yang sudah disortir dan dibersihkan dimasukkan ke tempat yang tertutup dan kemudia dilakukan fumigasi dengan alumunium fosfid berupa tablet yang dapat menguap, atau dengan cara mengalirkan uap/udara panas (heat treatment), bisa juga dilakukan perendeman dan penyemprotan dengan bahan kimia.

Sabtu, 05 Mei 2012

PENGENDALIAN HAMA SECARA KIMIAWI

Pengendalian hama secara kimiawi merupakan pengendalian hama dengan menggunakan zat kimia. Pengendalian hama ini biasa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian hama ini sering dilakukan oleh petani. Olehnya itu pengendalaian hama secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan hama dan penyakit.
Permasalahan yang terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan pengendalian hama dan penyakit dengan cara kimiawi yakni dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani akan interaksi tanaman dan musuh-musuh alaminya. 


Seiring berkembangnya metode pengendalan hama, ada beberapa macam pestisida, yakni :
a.fungisida : pengendali cendawan
b.insektisida : pengendali serangga
c.herbisida : pengendali gulma
d.nematisida : pengendali nematoda
e.akarisida : pengendali tungau
f.ovarisida : pengendali telur serangga dan telur tungau
g.bakterisida : pengendali bakteri
h.larvasida : pengendali larva
i.rodentisida : pengendali tikus
j.avisida : pengedali burung
k.mollussida : pengendali bekicot
l.sterillant : pemandul.


Namun begitu, karena pemakaian pestisida yang mudah dan langsung dapat menanggulangi hama, ternyata petisida mempunyai dampak negatif. Adapun damapak negatifnya yakni :


1.Hama/penyakit/gulma menjadi resisten atau kebal
Semakin sering tanaman disemprot dengan pestisida, maka tanaman semakin kebal. Ini berarti jumlah tanaman yang mati semakin sedikit walaupun disemprot
berkali-kali dengan dosis yang tinggi.
2.Resurgensi atau timbulnya kembali hama tersebut.
Populasi hama /penyakit/gulma tersebut malah menjadi berkembang lebih banyak setelah diperlakukan dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena musuh-musuh alami mati sehingga pengaruh pestisida terhadap tanaman tersebut tidak mampu membunuh spora yang tahan, sehingga inilah yang nantinya akan berkembang pesat tanpa ada musuh atau saingan lainnya.
3.Timbul ledakan hama/penyakit/gulma sekunder.
Akibat penggunaan pestisida yang memusnahkan musuh alami menyebakan timbulnya ledakan populasi hama sekunder. 
4.Musuh alami musnah
Biasanya musuh-musuh alami ini lebih peka terhadap pestisidadari pada hama/patogen/gulma sasaran. Maka pada setiap aplikasi petisida ini akan mematikan populasinya. Padahal adanya predator akan menetukan keseimbangan ekosistem.
5.Terbunuhnya makhluk bukan sasaran
Berbagai jenis makhluk hidup lainnya seperti serangga penyerbuk, saprofit, dan penghuni tanah, ikan, cacing tanah, katak, belut, burung, dan lain-lain ikut mati setelah terkena pestisida tersebut.
6.Pencemaran lingkungan hidup
Air, tanah, dan udara ikut pula tercemar oleh pestisida. Beberapa pestisida dapat mengalami biodegradasi, dirombak secara biologis dalam tanah dan air.
7.Residual effect
Dengan aplikasi pestisida yang terlalu banyak, apalagiyang persisten, akan meniggalkan residu dalam tanaman dan produk pertanian (buah, daun, bji, umbi, dan lain sebaganya) tergantung dari jenis pestisida dan residu.
8.Kecelakaan manusia
Penggunaan pestisida yang kurang hati-hati dan mencelakakan si pemakai . keracunan melalui mulut dan atau kulit sering terjadi, sehingga membahayakan. Kasus kematian karena keelakaan ini ckup banyak.
pengendalian secara kimia, menggunakan Pestisida.
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman.
Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses – proses dalam tubuh tumbuhan sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali manusia menggunakan oat – obatan anti hama. Pestisida yang digunakan untuk membasmi serangga disebut insektisida. Adapun pestisida yang digunakan untuk membasmi jamur disebut fungsida.
Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati – hati dan tepat guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besat. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat – obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak mungkin.
Secara alamiah, sesungguhnya hama mempunyai musuh yang dapat mengendalikannya. Namun, karena ulah manusia, sering kali musuh alamiah hama hilang. Akibat hama tersebut merajalela. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi adalah hama tikus. Sesungguhnya, secara ilmiah, tikus mempunyai musuh yang memamngsanya. Musuh alami tikus ini dapat mengendalikan jumlah populasi tikus. Musuhnya tikus itu ialah Ular, Burung hantu, dan elang. Sayangnya binatang – binatang tersebut ditangkapi oleh manusia sehingga tikus tidak lagi memiliki pemangsa alami. Akibatnya, jumlah tikus menjadi sangat banyak dan menjadi hama pertanian.
Studi kasus
 

Jeruk pamelo sudah dibudidayakan ribuan petani di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, sejak puluhan tahun lalu. Tanaman varietas lokal itu juga menjadi primadona karena merupakan komoditas pertanian utama setelah tanaman padi.
Kendati demikian, besarnya potensi itu ternyata tidak didukung sistem pemasaran yang baik sehingga tak jarang petani mengalami kerugian yang tidak sedikit. Permainan harga yang menekan petani, serangan hama, dan ketidaktahuan petani tentang alur pemasaran pascapanen merupakan beberapa kendala yang terus melingkupi pertanian jeruk pamelo.
Menurut Wariyatin (60), petani jeruk pamelo asal Desa Dukuh, Kecamatan Bendo, Magetan, cara dan pola budidaya jeruk itu sebenarnya tergolong mudah. Sejak dari bibit berusia satu bulan, jeruk bisa berbuah pada umur tiga tahun.
"Selama masa tanam, perawatannya juga mudah. Petani hanya perlu rutin memupuk, memangkas batang yang rusak, dan menyiangi rumput liar. Kalau tiga hal pokok ini dilakukan, dalam tiga tahun pasti sudah berbuah," kata Wariyatin yang mengaku sudah menanam jeruk pamelo lebih dari 30 tahun.
Karena mudahnya perawatan dan prospek ekonomi itulah, pertanian jeruk pamelo kemudian berkembang pesat. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Magetan, budidaya jeruk pamelo itu tersebar di lebih dari 20 desa di lima kecamatan, yakni Kecamatan Bendo, Takeran, Sukomoro, Magetan, dan Maospati. Lahan pertanian mencapai lebih dari 7.000 hektar yang melibatkan sekitar 3.000 petani (pemilik lahan dan buruh tani).
Jeruk pamelo tergolong tanaman buah yang memiliki banyak kemiripan dalam bentuk fisik dengan beberapa varietas jeruk lainnya yang ada di Magetan. Varietas jeruk yang mirip, misalnya, jeruk adas nambangan dan jeruk adas duku. "Semuanya mirip karena buahnya sama-sama berukuran besar. Perbedaannya terletak pada pohon dan daging buahnya," lanjut Wariyatin.
Salam (30), petani jeruk pamelo asal Kecamatan Sukomoro, juga mengatakan perbedaan ketiga varietas jeruk "besar" itu memang terletak pada pohonnya. Pohon jeruk pamelo biasanya kecil dan tidak rimbun, berbeda dengan jeruk adas nambangan dan jeruk adas duku yang memiliki pohon berukuran besar dengan banyak cabang dan daun.
"Daging buah jeruk pamelo berwarna merah tua, daging buah jeruk adas nambangan merah muda, sedangkan jeruk adas duku berwarna merah kekuningan. Dari ketiga varietas itu, jeruk pamelolah yang disukai masyarakat karena rasanya manis segar," kata Salam.
Kemudahan pola budidaya itu, lanjut Salam, juga diikuti cara perawatan tanaman yang juga tidak sulit. Setelah tanaman berusia lebih dari dua tahun, sebaiknya rutin diberikan pupuk kandang. Agar berbuah maksimal, jarak tanaman pun harus diatur minimal empat meter.
Menurut Suripto, petugas penyuluh pertanian jeruk yang juga Ketua Kelompok Tani di Desa Belotan, Kecamatan Sukomoro, jeruk pamelo di Magetan banyak dibudidayakan di daerah kaki bukit dengan iklim yang berimbang. Selain harus mendapat cukup sinar matahari, jeruk ini juga tidak boleh kekurangan air. "Kalau dua unsur itu tidak terpenuhi dengan baik, hasilnya tidak akan maksimal," katanya.


Di Kabupaten Magetan, tutur Suripto, jeruk jenis itu dibudidayakan dengan sistem pertanian utuh. Artinya, lahan yang digunakan menanam jeruk tidak boleh berganti-ganti dan tidak mengenal sistem tumpang sari. Pupuk yang digunakan pun harus pupuk kandang, bukan pupuk kimia.
Karena besarnya potensinya itu, Suripto mengatakan, jeruk pamelo berkembang menjadi komoditas pertanian utama setelah tanaman padi. Hasil dari sektor pertanian produktif ini menghidupi ribuan petani di Kabupaten Magetan, mulai dari pemilik lahan, buruh tani, hingga pedagang. "Tanaman ini sebenarnya layak mendapat tempat sebagai tanaman primadona di kabupaten ini," katanya.
Munawarman (53), petani lainnya, mengaku sudah menggantungkan hidup pada jeruk pamelo sejak hampir 20 tahun. Hasil dari bertani jeruk itu, katanya, bisa menghidupi istri dan empat anaknya.
Hama
Meski demikian, bukan berarti pertanian jeruk itu tidak terhadang kendala. Masalah yang dihadapi petani sampai sekarang terkait dengan serangan hama dan harga jual yang tidak pernah stabil.
Menurut Munawarman, ada tiga jenis hama yang paling menakutkan petani jeruk pamelo, yakni hama cabuk (semacam serangga kecil), hama blendog (ulat batang), dan hama lalat buah. Hama cabuk biasanya menyerang bagian daun hingga daun tanaman menghitam. Setelah terkena hama itu, pohon biasanya tidak berbuah dan berpotensi menyebabkan kematian pohon.
Hama blendog atau ulat batang, lanjut Munawarman, selalu menyerang bagian batang utama. Jika terkena hama itu, batang pohon akan banyak berlubang karena ada ulat-ulat kecil berwarna putih. Dampaknya, pohon tidak berbuah dan juga bisa mati.
"Sedangkan hama lalat buah menyerang bagian kulit dan daging buah. Kalau terkena, buah menjadi busuk karena di dalamnya banyak telur lalat. Buah kemudian berjatuhan dari pohon," katanya.
Sekitar April-Mei lalu, serangan hama lalat buah sedang mengganas. Saat itu lebih dari 70 hektar lahan perkebunan jeruk milik ratusan petani diserang lalat buah. Karena petani terlambat menangani, sebagian besar jeruk yang sudah siap panen membusuk.
Kerugian diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah karena banyak petani yang gagal panen. Serangan hama lalat buah ini terjadi di enam desa, yakni Desa Duwet, Belotan, Dukuh (Kecamatan Bendo), serta Sukomoro, Tambakmas, dan Tamanan (Kecamatan Sukomoro).


 


Pengendalian
Pestisida adalah zat pengendali hama (seperti: ulat, wereng dan kepik). Pestisida Organik: adalah pengendali hama yang dibuat dengan memanfaatkan zat racun dari gadung dan tembakau. Karena bahan-bahan ini mudah didapat oleh petani, maka pestisida organik dapat dibuat sendiri oleh petani sehingga menekan biaya produksi dan akrab denga lingkungan.


Bahan dan Alat:
2 kg gadung.
1 kg tembakau.
2 ons terasi.
¼ kg jaringao (dringo).
4 liter air.
1 sendok makan minyak kelapa.
Parutan kelapa.
Saringan kelapa (kain tipis).
Ember plastik.
Nampan plastik.
Cara Pembuatan:
Minyak kelapa dioleskan pada kulit tangan dan kaki (sebagai perisai dari getah gadung).
Gadung dikupas kulitnya dan diparut.
Tembakau digodok atau dapat juga direndam dengan 3 liter air panas
Jaringao ditumbuk kemudian direndam dengan ½ liter air panas
Tembakau, jaringao, dan terasi direndam sendiri-sendiri selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan satu per satu dan dijadikan satu wadah sehingga hasil perasan ramuan tersebut menjadi 5 liter larutan.


Dosis:
1 gelas larutan dicampur 5-10 liter air.
2 gelas larutan dicampur 10-14 liter air.
Kegunaan:
Dapat menekan populasi serangan hama dan penyakit.
Dapat menolak hama dan penyakit.
Dapat mengundang makanan tambahan musuh alami.


Catatan: Meskipun ramuan ini lebih akrab lingkungan, penggunaannya harus memperhatikan batas ambang populasi hama. Ramuan ini hanya digunakan setelah polulasi hama berada atau di atas ambang kendali. Penggunaan di bawah batas ambang dan berlebihan dikhawatirkan akan mematikan musuh alami hama yang bersangkutan.
   
 

Aplikasi bakteri Pseudomonas fluorescen.

Pertama kita harus dapat memastikan bahwa tanaman kita yang layu adalah disebabkan oleh serangan bakteri jahat, dalam hal ini adalah saudara dekat bateri Pseudomonas fluorescen yaitu P. solanacearum. 
Adapun ciri-ciri tanaman yang terserang layu bakteri ini adalah :
1. Mengeluarkan eksudat (semacam lendir berwarna putih susu) jika dimasukkan dalam air bening.
2. Pada serangan lanjut, pembuluh angkut dalam batang menjadi seperti berongga.
3. Kebanyakan menyerang pada saat kondisi tanah ekstrim dari kering ke basah.
4.Tanaman yang sudah layu, kalau batangnya dipotong ternyata pembuluh berwarna coklat yang sering    dapat sampai ke tulang daun.

Jika sudah tau penyebabnya, langkah selanjutnya adalah aplikasi suspensi bakteri Pf yang dapat kita peroleh di balai-balai perlindungan tanaman yang ada di seluruh Indonesia. Dosis yang digunakan menurut anjuran setempat atau  dengan cara pengenceran suspensi 10-15 kali. Perlu dikaetahui bahwa suspensi bakteri Pf adalah berisi bakteri hidup sedangkan cairan yang menyertainya mengandung nutrisi yang sangat tinggi sehingga tidak menutup kemungkinan hal ini juga bisa memberikan efek kesuburan pada tanaman yang diperlakukan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi Pf adalah :
1. Aplikasi tidak dilakukan pada saat matahari sedang terik, sebaiknya pagi atau sore hari.
2. Alat yang digunakan bersih dari sisa pestisida.
3. Aplikasi Pf dilakukan minimal 7 hari setelah pestisida terakhir.
4. Aplikasi pestisida dilakukan minimal 7 hari setelah aplikasi Pf.
5. Masa kadaluarsa.

Sebaiknya aplikasi Pf dilakukan bersamaan dengan pemupukan dasar, lalu dilakukan rutin 7-14 hari sekali hingga panen. Aplikasi Pf tidak menimbulkan residu bagi hasil.

Xanthomonas oryzae /Kresek.


Xanthomonas oryzae adalah penyakit penting pada tanaman padi yang diakibatkan oleh bakteri dan umum disebut sebagai penyakit kresek. Sebaran penyakit ini sangat luas dan menyerang tanaman terutama pada saat stadia generatif. Penyakit ini sering dianggap tidak begitu penting olaeh sebagian petani karena tanaman yang terserang biasanya masih bisa dipanen hasilnya. Beda dengan serangan wereng coklat yang dapat menyebabkan gagal panen dalam waktu serangan yang singkat. Kerugian yang timbul akibat Xanthomonas adalah kualitas gabah hasil panen yang rendah, hal ini terlihat pada saat penggilingan beras yang dihasilkan benyak pecahnya.
            Penyakit ini awalnya ditandai dengan serangan di ujung daun yang menyebabkan hawar di bagian tersebut. Pada serangan lanjut, gejala hawar meluas ke daerah pinggir daun. Sementara tulang daun tetap berwarna hijau. 
             Turunnya hasil terutama dikarenakan kerusakan pada daun yang menyebabkan fotosintesis berkurang atau bahkan berhenti. Pada malai, pengisian akan sangat terganggu sehingga biji bernas hanya dihasilkan pada ujung malai sementara semakin mendekat ke pangkal akan hampa. Berikut adalah gambar gejala serangan OPTXanthomonas Oryzae :


Pada gambar terlihat bahwa malai masih terlihat hijau sementara daun sudah mengering.

            Untuk pengendalian penyakit ini banyak cara  yang bisa dipakai antara lain :
1. Pemilihan Varietas tahan. Misalnya Cibogo, Mekongga, Walanai atau tergantung rekomendasi dinas         terkait setempat.
2. Penggunaan pupuk berimbang.
3. Kurangi penggunaan pupuk UREA.
4. Penggunaan agensia hayati bakteri Coryne bacterium.

Coryne bacterium

Coryne bacterium adalah bakteri antagonis yang khusus diaplikasikan untuk mengendalikan serangan Xanthomonas. Selain itu juga bisa diaplikasikan untuk mengendalikan Downy mildew dan Powdery mildew.

Bakteri ini tidak dijual dengan bebas, namun bisa diperoleh di 
1. Laboratorium pertanian milik pamerintah 
2. Laboratorium milik Universitas.
3. BPAH (Badan Pengembangan Agensia Hayati).

Hopper burn/ terbakar akibat serangan WBC

Pada musim tanam ke-2 biasanya dimulai tanam pada bulan maret-april dan panen pada bulan juni-Juli.
Pada musim ini biasanya serangan OPT akan meningkat karena populasi awal dari OPT tersebut sudah sudah ada pada pertanaman sebelumnya.
Adapun OPT yang sering muncul pada Musim ke 2 ini adalah :

1. wereng hijau/ batang coklat
2. kresek/ xanthomonasa
3. penggerek batang padi

Kiat-kiat agar tanaman musim ke 2 ini sukses adalah :
1. pemilihan varietas
2. pelaksanaan budidaya yang baik
3. pemupukan berimbang
4. pengawasan secara berkala
5. penggunaan agensia hayati 


untuk mengendalikan wereng, penggunaan beaveria bassiana terbukti ampuh dan tidak menyebabkan resisten karena bersifat membunuh serangga hama secara mekanis dan kimiawi. berikut adalah contoh serangga yang mati karena beaveria bassiana:
  
















Untuk mengendalikan penyakit kresek/ Xanthomonas sebaiknya menggunakan Coryne bacterium yang merupakan bakteri antagonis dan musuh alami penyakit kresek. Aplikasi dilakukan sejak di uritan agar hasilnya memuaskan.

PEMANFAATAN PESTISIDA NABATI DAN AGENSIA HAYATI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK JAMUR AKAR PUTIH PADA JAMBU METE


ABSTRAK

Penyakit busuk jamur akar putih (JAP) sampai saat ini telah ditetapkan sebagai salah satu OPT utama pada tanaman jambu mete di Indonesia. Penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan berproduksi dan kematian 
tanaman jambu mete. Penelitian penanggulangan penyakit JAP jambu  mete telah  dilaksanakan di desa Kayangan, Kabupaten Lombok Barat NTB dan laboratorium Fitopatologi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,  pada tahun 2002 – 2004. baca selengkapnya disini baca juga Teknik pengendalian hama dan penyakit dengan jamur antagonis disini

Mengatasi Hama Wereng Coklat


Oleh: Itang Sutisna, SPdi

Foto Wereng CokelatLedakan hama wereng terjadi di sebagian besar lahan sawah di Kabupaten Karawang, bahkan sudah mengakibatkan kembalinya virus tungro /penyakit kerdil yang sudah lama tidak terjadi di Karawang. Banyak biaya yang sudah dihabiskan oleh para petani untuk mengatasinya, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, hama makin mengganas. Sebaiknya para petani berpikir ulang, mengapa dengan penyemprotan berbagai macam merk pestisida, masih belum dapat mengatasinya.
Penyemprotan pestisida yang berlebihan menyebabkan semakin imun atau kebalnya hama tersebut. Yang terjadi di Karawang adalah penggunaan pestisida kimia di atas ambang batas pemakaian yang akan dengan sendirinya meracuni tanah dan air yang ada di dalam tanah.
Kita tahu masyarakat Karawang masih banyak yang menggunakan air tanah, memang belum ada pengecekan terhadap air tanah yang digunakan, jadi belum dapat diketahui seberapa tinggi tingkat pencemarannya. Perlahan dengan pasti, kita meracuni bukan hanya diri kita sendiri,tetapi keseluruhan keluarga kita, seperti yang kita ketahui pestisida yang ada di dalam tanah dan air, tidak dapat terurai secara otomatis, harus digunakan penanganan tertentu, dengan dimasak matang pun, yang terbunuh hanya kuman, tetapi cemaran kimia masih tetap ada.
Tulisan ini dibuat atas dasar kecemasan akan masa depan masyarakat Karawang, dengan mengkonsumsi hasil tanaman dan air yang tercemar, akan menyebabkan timbulnya wabah penyakit baru.
Ada cara yang lebih arif, yang dapat ditempuh oleh para petani Karawang, dengan cara penggunaan agents hayati dan pestisida nabati. Agents hayati adalah penghalau hama dengan menggunakan mikroorganisme dan jamur yang menjadi musuh hama tersebut seperti Beauvaria sp yang efektif untuk hama wereng coklat dan walang sangit, Corynebacterium untuk mengatasi penyakit kresek.
Sedangkan pestisida nabati adalah pestisida yang dapat dibuat sendiri dengan bahan-bahan yang ada di sekitar kita, mudah didapat dan terjangkau harganya seperti buah berenuk, umbi, gadung racun, jahe, lengkuas, sambiloto, mimba, jengkol, mengkudu dan masih banyak lagi. Dengan penggunaan agents hayati dan pestisida nabati ini selain bertani dengan biaya rendah, kita juga tidak mencemari lahan dan air, setidaknya kita mewariskan hal-hal yang baik bagi generasi penerus kita.
Agents hayati bisa didapat di Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBP-OPT) yang berlokasi di Jatisari Karawang. Agents hayati ini harganya sangat terjangkau dan efektifitasnya setara dengan pestisida kimia, dan satu lagi keunggulannya adalah dapat diperbanyak sendiri. Ya betul, dibuat sendiri oleh para petani, selain caranya mudah juga dapat menekan biaya.
Berdasarkan pengalaman kami yang menggunakan agents hayati Beauvaria sp, tanaman padi kami tidak terserang hama wereng, karena bisa buat sendiri, kami dapat melakukan penyemprotan awal sebagai langkah pencegahan. Mengingat hal ini, kami menghimbau kepada para petani Karawang agar segera beralih ke produk yang aman bagi lingkungan.
Perbaikan kondisi lahan sawah dengan pemakaian pupuk kompos jerami sebagai pupuk dasar,kompos kotoran hewan sebagai pupuk tambahan,berikut pupuk cair yang kita bisa buat sendiri sekaligus pestisida buatan sendiri akan membawa hasil yang jauh lebih baik daripada yang sekarang ini.
Ada alternatif yang bagus dan baik sekaligus murah bagi para petani untuk menanam padi. Mudah-mudahan tulisan ini lewat Karawang Info dapat disampaikan pada para petani, semoga petani Karawang bisa sejahtera.


Jumat, 04 Mei 2012

Budidaya klengkeng



BIBIT BUAH TROPIS(BUDIDAYA KELENGKENG)



Syarat TumbuhKelengkeng lebih cocok ditanam di dataran rendah antara 200-600 m dpl yang bertipe iklim basah dengan musim kering tidak lebih dari empat bulan. Air tanah antara 50-200 cm. Curah hujan 1.500-3.000 mm per tahun dengan 9-12 bulan basah dan 2-4 bulan kering. Sementara tanaman led lebih senang pada dataran tinggi antara 900-l.000 m dpl.Pedoman BudidayaPerbanyakan tanaman dilakukan dengan cangkok dan okulasi. Perbanyakan dengan biji tidak dianjurkan karena umur berbuahnya cukup lama (lebih dari tujuh tahun). Selain itu, bibit dari biji sering tumbuh menjadi lengkeng jantan yang tidak mampu berbuah. Bibit okulasi/cangkokan mulai berbuah pada umur empat tahun. Budi daya tanaman Lengkeng ditanam pada jarak tanam 8 m x 10 m atau 10 m x 10 m dalam lubang tanam berukuran 60 cm x 60 cm x 50 cm. Setiap lubang diberi pupuk kandang yang telah matang sebanyak 20 kg. Pupuk buatan yang diberikan sebanyak l00-300 g urea, 300-800 g TSP (400- 1000 kg SP-36), dan l00-300 g KCl untuk setiap tanaman. Pupuk diberikan tiga kali dalam selang tiga bulan. Setelah panen buah, pemberian pupuk cukup sekali sebanyak 300 g urea, 800 g TSP, dan 300 g KCl per pohon.
PemeliharaanPemeliharaan penting adalah pemangkasan cabang yang tidak produktif dan ranting-ranting yang menutup kanopi. Dengan demikian, sinar matahari dapat masuk merata ke seluruh bagian cabang. Tumbuhan parasit (benalu) harus cepat dibuang. Tanaman lengkeng termasuk mudah tumbuh, tetapi sukar berbunga. Oleh karena itu, diperlukan stimulasi pembungaan dengan jalan mengikat kencang batang yang berada satu meter di atas permukaan tanah. Batang dililit melingkar sebanyak 2-3 kali dengan kawat baja. Tanaman mulai berbunga pada umur 4-6 tahun. Biasanya,tanaman ini berbunga pada bulan Juli-oktober. Buah matang lima bulan setelah bunga mekar.Hama dan PenyakitHama yang biasa menyerang tanaman lengkeng adalah serangga pengisap buah (Tessaratoma javanica). Kelelawar merupakan binatang hama yang sering merusak buah yang matang. Penyakit yang sering menyerang saat musim hujan adalah mildu seperti yang menyerang tanaman rambutan. Untuk mencegah serangan kelelawar, pentil buah dibrongsong dengan brongsong yang dibuat khusus.Panen dan Pasca PanenMusim panen lengkeng di bulan Januari-Februari dengan produksi 300–600 kg per pohon. Lengkeng termasuk buah non-klimakterik sehingga harus dipanen matang di pohon karena tidak dapat diperam. Pemanenan dilakukan dengan alat yang dapat memotong tangkai rangkaian buah. Alat panen berupa gunting bertangkai panjang yang tangkainya dapat diatur dari bawah. Tanda-tanda buah matang adalah warna kulit buah menjadi kecokelatan gelap, licin, dan mengeluarkan aroma. Rasanya manis harum, sedangkan buah yang belum matang rasanya belum manis.Tema Artikel: budidaya buah lengkeng, cara menanam lengkeng dari biji, gambar dan cara pembudidayaan kelengkeng, cara budidaya lengkeng, cara pembibitan lengkeng, budidaya kelengkeng, cara menanam lengkeng, cara tanam Lengkeng, berkebun buah pear, makalah budidaya manggis, makalah budidaya tanaman klengkeng, cangkok kelengkeng, cara menanam buah lengkeng dari biji, cara okulasi buah klengkeng, tanaman lengkeng

Budidaya rambutan dalam pot


Budidaya Rambutan dalam Pot


Tanaman Buah dalam Pot
 Rambutan (Nephelium lappaceum L.) satu family dengan Lengkeng (Nephelium longanum), berasal dari Asia Tenggara terutama dari Indonesia dan Malaysia, daging buahnya banyak mengandung air, protein lemak, glukosa, sukrosa, fruktosa, pati serat, asam malat, asam sitrat, kalori, vitamin C, thiamin, riboflavin, niacin, kalsium, natrium, kalium, magnesium, besi, seng dan fosfor. Bagian yang dapat dimakan sekitar 40 %Bunga rambutan terdiri dari bunga jantan dan bunga hermaprodit (bunga lengkap, mempunyai putik dan benang sari). Bunga jantan biasanya terdapat pada pohon jantan, artinya satu pohon hanya menghasilkan bunga jantan saja.Rambutan banyak jenisnya, yang termasuk jenis unggul antara lain :- Rambutan Binjai- Rambutan Rapiah- Rambutan Lebak Bulus- Rambutan Bangkok- Rambutan Antalagi- Rambutan Garuda- Rambutan Si Batuk

Rambutan dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada ketinggian tempat dari rendah sampai 600 mdpl. Ketinggian tempat yang optimum adalah 1-250 mdpl. Tanah yang cocok adalah tanah subur, gembur dan mengandung humus dengan derajat keasaman (pH) tanah 4,5-6,5. Rambutan memerlukan curah hujan yang cukup banyak, 7-9 bulan basah setahun.Penanaman dalam Pot


Bibit


Rambutan dapat diperbanyak dengan biji, cangkok, okulasi, dan susuan. Untuk penanaman di pot pilihlah bibit yang berasal dari hasil cangkokan, bibit ini dapat menghasilkan buah setelah 2-3 tahun. Bibit yang berasal dari biji sangat lambat berbuah dan kualitas buahnya belum tentu sama dengan pohon induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi dapat berbuah setelah 4-5 tahun.Pencangkokan yang baik dilakukan pada musim hujan. Pilihlah batang yang berdiameter sekitar 1-5 cm yang sudah pernah menghasilkan buah (minimal 2 kali) dan banyak daunnya. Kupas kulit batangnya sepanjang kira-kira 2,5 cm. Diamkan selama 1-4 minggu. Tutup dengan media moss (lumut) yang sudah dibasahi dan bungkus dengan plastik transparan (kresek putih). Setelah 3 bulan akar yang tumbuh akan kelihatan memenuhi media cangkok dan cangkokan sudah dapat dipotong.


Pot dan Media Tanam


Pakailah pot dengan diameter 30 cm dan tinggi 35 cm atau pot yang lebih besar lagi, makin besar ukuran pot maka makin mudah tanaman tumbuh dengan normal. Isilah dasar pot dengan ijuk dan pecahan genteng (atau bisa dengan media lain seperti busa sterofom, batu kerikil, atau media lain yang mudah mengaliran air) setinggi 5 cm sebagai penahan keluarnya media tanam saat penyiraman. Kemudian isi pot dengan media tanam yang terdiri dari campuran tanah subur, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan yang sama sampai penuh. Atau bisa juga dengan campuran tanah gembur, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan 5:1:2. Ada juga campuran pupuk kandang, pasir, dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Dan ada lagi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:2, atau campuran sekam dan pasir dengan perbandingan 1:1.


Penanaman


Sesudah cangkokan dipotong, kurangi daun sampai setengahnya untuk mengurangi penguapan. Kalau bibit terlalu tinggi bisa dipotong agar tanaman yang baru ditanam nantinya tidak sering tergoyang karena angin atau penyiraman.Penanaman yang baik dilakukan pada saat suhu udara tidak terlalu panas (pagi atau sore). Lubangi media tanam seukuran pembungkus akar cangkokan, buka plastik pembungkus akar cangkokan dan bibit dapat ditanam di pot. Tempatkan tanaman pada tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung selama sekitar 1 minggu atau sampai tanaman mengeluarkan tunas baru, sesudah itu secara bertahap tanaman dapat di pindah pada tempat yang terkena cahaya matahari penuh.


Perawatan


Perawatan meliputi penyiraman, pemangkasan, pemupukan, penggemburan media tanam dan pengendalian hama dan penyakit tanaman serta gulma (tumbuhan pengganggu).Pemangkasan dilakukan untuk membentuk tajuk tanaman. Setiap pangkasan akan memunculkan beberapa tunas baru, pilihlah 3 tunas yang sehat untuk ditumbuhkan. Makin banyak cabang dan ranting maka makin banyak pula tempat keluarnya bunga. Pemangkasan juga dilakukan untuk membuang tunas liar atau tunas yang sakit dan tidak produktif.Pemupukan dilakukan setiap bulan. Pupuk ditanam di sekeliling pinggiran pot dan dilakukan penyirama setiap selesai memberi pupuk.Pergantian Pot dan Media TanamSetiap 3-5 tahun sekali dapat dilakukan pergantian pot kalau ukuran pot sudah tidak sebanding dengan ukuran tanaman atau potnya rusak. Kalau tidak ingin mengganti ukuran pot maka hanya media tanamnya saja yang diganti. Indikator yang menunjukkan perlunya pergantian media tanam adalah apabila media tanam sangat padat dengan akar tanaman dan banyak akar yang keluar pada lubang drainase pot serta pertumbuhan tanaman menjadi lambat.Cabutlah tanaman beserta media tanamnya. Potonglah sekeliling media tanam berikut akar tanaman sekitar 5 cm dari pinggir media tanamnya. Dan potong juga bagian bawahnya dengan pisau yang tajam secara perlahan. Kemudian isi pot kembali dengan media tanam yang baru dan tanam kembali tanaman pada pot tersebut. Setiap pemotongan akar harus diimbangi dengan pembuangan sebagian daun, apabila tidak dilakukan maka secara alamiah tanaman akan menggugurkan (layu) daunnya sendiri.Terlepas dari petunjuk teknis di atas, perawatan yang terbaik adalah perhatian kita terhadap tanaman tersebut. Makin diperhatikan biasanya tanaman akan lebih memberikan hasil sesuai yang kita harapkan.

Budidaya pisang

BUDIDAYA PISANG

I. PENDAHULUAN

Pisang adalah tanaman buah , sumber vitamin, mineral dan karbohidrat. Di Indonesia pisang yang ditanam baik dalam skala rumah tangga ataupun kebun pemeliharaannya kurang intensif. Sehingga, produksi pisang Indonesia rendah, dan tidak mampu bersaing di pasar internasional. Untuk itu PT. NATURAL NUSANTARA merasa terpanggil untuk membantu petani meningkatkan produksi secara kuantitas, kualitas dan kelestarian (Aspek K-3).
 

II. SYARAT TUMBUH
2.1. Iklim
a. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis.
b. Kecepatan angin tidak terlalu tinggi.
 
c. Curah hujan optimal adalah 1.520 - 3.800 mm/tahun dengan 2 bulan kering.

2.2. Media Tanam
a. Sebaiknya pisang ditanam di tanah berhumus dengan pemupukan.
b. Air harus selalu tersedia tetapi tidak menggenang.
c. Pisang tidak hidup pada tanah yang mengandung garam 0,07%.
 

2.3.Ketinggian Tempat
Dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Pisang ambon, nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 m dpl
 



III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
- Perbanyakan dengan cara vegetatif berupa tunas (anakan).
- Tinggi anakan untuk bibit 1 - 1,5 m, lebar potongan umbi 15 - 20 cm.
 
- Anakan diambil dari pohon yang berbuah baik dan sehat.
 
- Bibit yang baik daun masih berbentuk seperti pedang, helai daun sempit.
 

3.2. Penyiapan Bibit
- Tanaman untuk bibit ditanam dgn jarak tanam 2x2 m
- Satu pohon induk dibiarkan memiliki tunas antara 7- 9.
 

3.3. Sanitasi Bibit Sebelum Ditanam
- Setelah dipotong, bersihkan tanah yang menempel di akar.
- Simpan bibit di tempat teduh 1 - 2 hari sebelum tanam.
- Buang daun yang lebar.
- Rendam umbi bibit sebatas leher batang di dalam larutan POC NASA (1 - 2 tutup), HORMONIK (0,5 -1 tutup), Natural GLIO (1 - 2 sendok makan) dalam setiap 10 liter air, selama 10 menit. Lalu bibit dikeringanginkan.
- Jika di areal tanam sudah ada hama nematoda, rendam umbi bibit di dalam air panas beberapa menit.
 

3.4. Pengolahan Media Tanam
- Lakukan pembasmian gulma, rumput atau semak-semak.
- Gemburkan tanah yang masih padat
- Buat sengkedan terutama pada tanah miring dan buat juga saluran pengeluaran air.
- Dianjurkan menanam tanaman legum seperti lamtoro di batas sengkedan.
 

3.5. Teknik Penanaman
- Ukuran lubang adalah 50 x 50 x 50 cm pada tanah berat dan 30 x 30 x 30 cm pada tanah gembur.
 
- Jarak tanam 3 x 3 m untuk tanah sedang dan 3,3 x 3,3 m untuk tanah berat.
 
- Penanaman dilakukan menjelang musim hujan (September - Oktober).
 
- Siapkan campuran Natural GLIO dan pupuk kandang, caranya: Campur 100 gram Natural GLIO dengan 25 - 50 kg pupuk kandang, jaga kelembaban dengan memercikan air secukupnya, masukkan ke dalam karung, biarkan 1 - 2 minggu.
- Pisahkan tanah galian bagian atas dan bagian bawah.
- Tanah galian bagian atas dicampur Natural GLIO yang sudah dicampur pupuk kandang (0,5 - 1 kg per lubang tanam), tambahkan dolomit (0,5 - 1 kg/lubang tanam), pupuk kandang 15 - 20 kg/lubang tanam.
 
- Masukkan bibit dengan posisi tegak, tutup terlebih dulu dengan tanah bagian atas yang sudah dicampur Natural GLIO, dolomit dan pupuk kandang, diikuti tanah galian bagian bawah. Catatan : pupuk kandang diberikan jika tersedia, jika tidak dapat diganti dengan SUPERNASA.
- Siram dengan larutan POC NASA (1 - 2 tutup), HORMONIK (0,5 tutup) dalam setiap 5 liter air. Untuk mendapatkan hasil lebih baik, POC NASA dapat diganti dengan POP SUPERNASA. Cara penggunaan POP SUPERNASA: 1 (satu) botol POP SUPERNASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 5 liter air diberi 5 tutup larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon. -Penyiraman dilakukan 2 - 3 bulan sekali.
Data kebutuhan dan cara pemupukan, adalah sebagai berikut :
 
PUPUK
JUMLAH
KETERANGAN
UREA



207 (kg/ha)


     


Berikan 2x setahun, dalam larikan yang mengitari rumpun lalu ditutup tanah

SP-36



138 (kg/ha)



6 bulan setelah tanam ( 2x dalam satu tahun )

KCl



608 (kg/ha)



6 bulan setelah tanam ( 2x dalam satu tahun )

Pupuk Kandang

0,8-10 (kg/ha)

Pupuk dasar, campur dengan tanah galian bagian atas

Dolomit

200 (kg/ha)

Pupuk dasar, campur dengan tanah galian bagian atas
POC NASA


20 (botol/ha)

Disiramkan 3 bulan sekali
SUPERNASA
10 (botol/ha)
4 bulan sekali



HORMONIK


10 (botol/ha)




Dicampur POC NASA disiram 3 bulan sekali

3.6. Pemeliharaan Tanaman
- Satu rumpun hanya 3 - 4 batang.
 
- Pemotongan anak dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam satu rumpun terdapat anakan yang masing-masing berbeda umur (fase pertumbuhan).
 
- Setelah 5 tahun rumpun dibongkar diganti tanaman baru.
- Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penggemburan dan penimbunan dapuran dengan tanah.
 
- Penyiangan dan penggemburan jangan terlalu dalam.
 
- Pangkas daun kering.
- Pengairan harus terjaga. Dengan disiram atau mengisi parit saluran air.
- Pasang mulsa berupa daun kering ataupun basah. Tetapi mulsa tidak boleh dipasang terus menerus.
 

3.7. Pemeliharaan Buah
- Potong jantung pisang yang telah berjarak 25 cm dari sisir buah terakhir.
- Setelah sisir pisang mengembang sempurna, tandan pisang dibungkus kantung plastik bening polietilen tebal 0,5 mm, diberi lubang diameter 1,25 cm. Jarak tiap lubang 7,5 cm. Usahakan kantung menutupi 15 -45 cm di atas pangkal sisir teratas dan 25 cm di bawah ujung buah dari sisir terbawah.
 
- Batang tanaman disangga dengan bambu yang dibenamkan sedalam 30 cm ke dalam tanah.
 



3.8. Hama dan Penyakit
3.8.1. Hama
a. Ulat daun (Erienota thrax.)
Menyerang daun. Gejala: daun menggulung seperti selubung dan sobek hingga tulang daun.
 

b. Uret kumbang (Cosmopolites sordidus)
Menyerang kelopak daun, batang. Gejala: lorong-lorong ke atas/bawah dalam kelopak daun, batang pisang penuh lorong. Pengendalian: sanitasi rumpun pisang, bersihkan rumpun dari sisa batang pisang, gunakan PESTONA.
 

c. Nematoda (Rotulenchus similis, Radopholus similis)
Menyerang akar. Gejala : tanaman kelihatan merana, terbentuk rongga atau bintik kecil di dalam akar, akar bengkak. Pengendalian: gunakan bibit yang tahan, tingkatkan humus tanah dan gunakan lahan dengan kadar lempung kecil.
 

d. Ulat bunga dan buah (Nacoleila octasema.)
Menyerang bunga dan buah. Gejala: pertumbuhan buah abnormal, kulit buah berkudis. Adanya ulat sedikitnya 70 ekor di tandan pisang.
 

3.8.2. Penyakit
a. Penyakit darah
Penyebab : Xanthomonas celebensis (bakteri). Menyerang jaringan tanaman bagian dalam. Gejala: jaringan menjadi kemerah-merahan seperti berdarah. Pengendalian: Pemberian Natural GLIO sebelum tanam, dan membongkar dan membakar tanaman yang sakit.
 

b. Panama
Penyebab: jamur Fusarium oxysporum. Menyerang daun. Gejala : daun layu dan putus, mula-mula daun luar lalu bagian dalam, pelepah daun membelah membujur, keluarnya pembuluh getah berwarna hitam. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam, membongkar dan membakar tanaman yang sakit.
 

c. Bintik daun
Penyebab: jamur Cercospora musae. Menyerang daun dengan gejala bintik sawo matang yang makin meluas. Pengendalian: : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.
 

d. Layu
Penyebab : bakteri Bacillus sp. menyerang akar. Gejala: tanaman layu dan mati. Pengendalian : membongkar dan membakar tanaman yang sakit, Natural GLIO diawal tanaman
 

e. Daun pucuk
Penyebab : virus dengan perantara kutu daun Pentalonia nigronervosa. Menyerang daun pucuk. Gejala: daun pucuk tumbuh tegak lurus secara berkelompok. Pengendalian: Mengendalikan kutu duan dengan Natural BVR, membongkar dan membakar tanaman yang sakit.
 

3.9. Panen
- Ciri khas panen adalah mengeringnya daun bendera. Buah 80 - 100 hari dengan siku-siku buah yang masih jelas sampai hampir bulat.
 
- Buah pisang dipanen bersama-sama dengan tandannya. Panjang tandan yang diambil adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas. Gunakan pisau yang tajam dan bersih waktu memotong tandan.
 
- Tandan pisang disimpan dalam posisi terbalik supaya getah dari bekas potongan menetes ke bawah tanpa mengotori buah.
 
- Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi batangnya dihilangkan sama sekali.
 
- Pada perkebunan pisang yang cukup luas, panen dapat dilakukan 3 - 10 hari sekali tergantung pengaturan jumlah tanaman produktif.